Home » » Fanboy

Fanboy

Beberapa tahun yang lalu, seseorang pernah bertanya kepada saya:

"Cuy, elu tau apa yang lebih berbahaya dari orang bodoh?"

"IDK, dua orang bodoh, mungkin?"

"... That also, tapi yang lebih berbahaya adalah seorang fanatik" katanya.

Oh iya, percakapan diatas terjadi setelah beberapa saat sebelumnya membahas peristiwa 9/11 yang tragis itu, jadi sebenarnya mudah untuk menebak arah perbincangan... Jika lawan bicaranya bukan seorang alexforsale tentunya...

Saya balik bertanya lagi kepada sang sobat:

"Brur cuy, tahu apa yang lebih berbahaya dari sekumpulan orang fanatik?"

Dia, terdiam sebentar, ada sedikit rasa kecewa dimukanya saat menyadari langkah skak dan remis yang dia siapkan tidak dapat digunakan..

"Yang lebih berbahaya dari gerombolan fanatik adalah seorang fanatis, diantara sekumpulan orang bodoh"

"..."
"... Karena?"

"Sekumpulan orang fanatik akan puas bila berada didalam lingkungan dengan kadar fanatisme yang sama, tapi jika seorang fanatis berada dalam sebuah situasi dimana paham yang dia percaya bukanlah sebuah relevansi, dia akan goyah"

"Dan ketika hal yang sangat absolut yang dia percaya tersebut terancam eksistensinya, dia dapat melakukan segala hal untuk mengembalikan stabilitas state of mind nya"

Contoh kecilnya seperti ini: misal ada beberapa orang yang mempercayai bahwa cokelat itu buruk (atau tidak baik) bagi manusia. Terlepas dari kepercayaan tersebut datang dari sebuah atau beberapa penelitian, atau sekedar asumsi belaka itu tidak penting, yang pasti dia percaya itu.

Beberapa dari kumpulan orang - orang tersebut hanya percaya, dan bertindak untuk dirinya sendiri. Mereka tidak mengkonsumsi makanan mengandung cokelat, tidak mau memakai pakaian berwarna cokelat, bahkan tidak mau keluar ruangan disiang hari agar kulitnya tidak (bertambah) cokelat.

Mungkin mereka paham mengapa mereka harus melakukan itu, mungkin juga tidak. Seandainya propaganda anti cokelat ini sudah berlangsung selama beberapa generasi, sebagian dari mereka terlahir dari orangtua dengan propaganda yang sama. Dan mereka tidak mau merusak stabilitas dengan mempertanyakan.

Kristalisasi dari kepercayaan ini, semakin lama semakin keras. Namun disaat bersamaan, semakin goyah pijakannya. Karena tidak adanya proses questioning and answering, sikap "masa bodoh, yang penting percaya" pijakan ini dapat dengan mudah digoyahkan dengan pertanyaan simpel: "mengapa harus percaya itu?"

Disinilah fitur fanboy diperlukan. Ketika belief system sekumpulan orang diserang, ada dua solusi yang bisa dilakukan:
1. Defensif,
2. Offensif.

Secara defensif para fanboy akan berusaha meng-counter setiap pertanyaan dan pernyataan yang menggoyahkan apa yang mereka percaya. Ketika mereka kehabisan amunisi untuk menjawab pertanyaan dengan pernyataan, atau mempertanyakan kembali pernyataan yang mengusik, mereka akan berusaha menenangkan kumpulan mereka (yang sebenarnya adalah upaya untuk menenangkan dirinya sendiri) dengan retorika - retorika yang tidak relevan, atau berusaha menakuti mereka yang goyah dengan alasan mengkhianati kumpulan mereka, dan apa yang mereka percaya.

Dan yang kedua, yang paling parah, adalah mereka yang tidak puas hanya dengan stabilitas dikomunitas mereka. Mereka melihat "keluar". Dengan anggapan siapapun yang berbeda dari mereka, suatu saat akan menjadi musuh mereka.

This is the true fanboy. Mereka adalah pemakai android yang menyusup kedalam forum iphone dan symbian, dengan misi menyombongkan diri dan mengejek semua penghuni forum.

Mereka dengan lantang berdiri diatas podium, berteriak "kalian tidak boleh memakan cokelat, menggunakan pakaian berwarna cokelat. Karena hal tersebut bertentangan dengan apa yang kami percaya"

Mereka tidak bisa mengerti betapa absurd-nya pernyataan tersebut, dan menganggap semua gugatan ataupun koreksi terhadap pernyataan tersebut sebagai ancaman terhadap kepercayaan mereka dan menganggap ini adalah alasan untuk melawan.

Dan mereka akan selalu melawan.

"So, yeah, elu tau kan betapa bahayanya seorang fanboy, cuy?"

"Iya, dan gua juga tau sekarang betapa berbahayanya isi obrolan kita ini"

Saya melihat jam, 4 menit sampai akhir lunch break, dan hendak kembali berbicara, ketika saya menyadari...

Saya duduk sendiri diwarung rokok, ditemani hanya dengan segelas kopi. Yang segera saya teguk habis.

Note: sebenarnya saya enggan posting ini, namun kasus massacre yang terjadi di Paris kemarin membuktikan bahwa isi percakapan diatas ini masih relevan bertahun tahun setelahnya. Kemanusiaan masih memiliki jalan panjang agar pantas menyandang status "beradab"

0 comments:

Post a Comment

Makasih buat yang mau komentar...
Tapi biar enak baca dan bales komentarnya tolong sertain...

1. Nama, jadi jangan dikosongin biar lebih mudah manggilnya..
2. Komentar yang baik dan sopan
3. Kalo bisa abis komentar terus di share juga ya ke facebook atau twitter hahaha...

Sekali lagi makasih buat yang udah mau komentar...

Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS